Berikut adalah pernyataan tentang Problematika Pendampingan Remaja HKBP menurut Pendeta Daniel T.A Harahap dari situs http://rumametmet.com/2009/03/11/problematika-pendampingan-remaja-hkbp/. Semoga dapat menjadi gagasan yang baru bagi kita semua...Berikut penjelasannya...
Keluhan tentang kurangnya atau bahkan tidak adanya perhatian gereja
HKBP (hampir dimana-mana) kepada kelompok usia remaja bukan hal baru.
Menurut saya sebagian atau hampir seluruhnya keluhan itu mendekati
kebenaran. Namun saya pikir hanya mengeluh, apalagi memaki-maki atau
mencari kambing hitam, tidak ada gunanya. Yang lebih penting bagi kita
adalah menyadari letak masalahnya dan bersama-sama mencari jalan
keluarnya.
Sebagai seorang pendeta HKBP yang belasan tahun ditugaskan melayani
kaum muda termasuk remaja, saya ingin menyampaikan beberapa pokok
permasalahan atau problematika di sekitar pendampingan (saya lebih
menyukai istilah ini daripada pembinaan) remaja HKBP.
1. HKBP belum familiar dengan pendampingan atau pembinaan remaja. Itulah yang pertama kali saya mau sampaikan. Gagasan tentang Seksi
Remaja setahu saya (silahkan koreksi jika saya salah) baru ada di
Aturan tahun 2002. Sebelumnya yang ada hanyalah Sekolah Minggu dan
Naposobulung (Pemuda). Di Pusat namanya Departemen Sekolah Minggu dan
Departemen Pemuda, dan di tingkat jemaat Dewan SM dan Dewan Napobulung.
Posisi remaja sama sekali tidak jelas. Kadang remaja dianggap bagian
dari Naposobulung atau Sekolah Minggu atau malah bukan bagian
siapa-siapa. Padahal ilmu pendidikan dan psikologi perkembangan moderen
berpendapat bahwa remaja adalah suatu kategori perkembangan sendiri yang
berada diantara fase anak-anak dan pemuda. Bahkan pembinaan remaja itu
sendiri masih bisa dibagi lagi atas pra-remaja dan remaja.
Beberapa jemaat HKBP di kota-kota besar sudah mencoba membuat
terobosan melakukan pembinaan remaja ini. Antara lain Jatinegara,
Menteng dan Kebon Jeruk. Kami sendiri sewaktu menjadi pendeta di
Rawamangun belajar tentang pembinaan remaja dari tiga jemaat HKBP ini
disamping gereja-gereja lain (GKI, GPIB) yang sudah lebih dulu
melakukannya. Sebelum ada Pendamping Remaja di HKBP Rawamangun maka
pembinaan remaja ditangani oleh Naposobulung. Menurut saya itu kurang
baik. Remaja adalah kategori pembinaan tersendiri sebab itu
penanganannya tidak boleh ditumpangkan ke Naposobulung. Lagi pula
Naposobulung juga sudah kerepotan membina dirinya sendiri sebab itu
jangan lagi diberikan beban yang tidak sepantasnya.
2. Konsepsi tentang pembinaan Remaja di AP tidak jelas.
Berhubungan dengan hal di atas, tanpa ingin menyalahkan siapa-siapa,
saya berpendapat bahwa konsepsi pembinaan remaja di Aturan Peraturan
HKBP tidak jelas. Dalam Aturan 2002 memang untuk pertama kali seksi
remaja diakmodir (sebelumnya tidak) namun tetap tidak jelas siapa yang
bertanggungjawab atas pembinaan remaja itu. Yang terjadi di AP malah
diandaikan bahwa remaja disuruh membina dirinya sendiri. Atau:
jangan-jangan dianggap dengan membentuk seksi remaja (yang notabene
terdiri dari remaja belasan tahun) semua persoalan pembinaan remaja
sudah beres dengan sendirinya.
3. Kita butuh pelatih, pembina atau pendamping remaja bukan pembicara hebat!
Sebagai seorang pendeta yang belasan tahun dicemplungkan di
tengah-tengah generasi muda saya tahu betul betapa tidak mampunya saya
membina ratusan remaja ini seorang diri. Bahkan juga seandainya saya
dibantu beberapa orang sintua. Kegiatan pembinaan atau pendampingan
remaja membutuhkan suatu tim yang sangat kuat. Pembinaan remaja tidak
bisa berhasil hanya dengan membuat kebaktian remaja lantas mengundang
pembicara hebat. Yang harus dilakukan adalah persis seperti Sekolah
Minggu. Kita butuh guru-guru (apapun istilahnya: pendamping, pembina)
remaja yang diangkat dan dilatih khusus serta dibantu penuh oleh
Parhalado untuk melakukan tugas pendampingan itu.
Saya mengambil contohnya sebuah koor atau paduan suara. Mengapa koor
gereja bisa bagus? Jawabnya: karena ada pelatih. Mengapa iman dan
kepribadian remaja sangat rapuh? Jawabnya: karena tidak ada pelatih
iman. Ibarat suatu tim basket maka remaja HKBP membutuhkan tim pelatih
yang benar-benar berdedikasi dan trampil. Saya sama sekali tidak percaya
remaja HKBP bisa terbangun hanya dengan mengundang satu dua kali
penceramah atau motivator hebat. Atau dikunjungi sesekali pendetanya.
Persoalannya: Aturan HKBP tidak mengenal adanya pelatih, guru, atau
pembina/pendamping remaja itu.
Namun sebenarnya jemaat HKBP tidak perlu naif. Aturan memberikan
Parhalado HKBP keleluasaan membentuk unit yang dibutuhkan dalam
pelayanan. Jika memang tim pelatih atau pendamping remaja sangat
dibutuhkan sebagai operator atau tangan Parhalado membina remaja (karena
kita tidak menghendaki hanya sekadar pembinaan insidentil atau sporadis
dari pendeta atau sintua!) maka kenapa tidak.
4. Ketidaan bahan atau materi pembinaan.
Jujur HKBP sampai sekarang belum pernah mengeluarkan buku panduan
pembinaan/pendampingan remaja. Sekali lagi: semua pendeta dan sintua
HKBP yang paling fanatik sekalipun harus jujur bahwa HKBP belum pernah
memiliki kurikulum dan bahan ajar untuk remaja. Kalau begitu darimana
bahan pembinaan remaja ini? Inilah masalahnya. Sewaktu saya masih di
Rawamangun saya mengajak kawan-kawan Pendamping remaja mencari dari
berbagai sumber dan meramunya sendiri. Dan kami para pendeta
mengusahakan hadir di setiap sermon pendamping remaja untuk memastikan
bahwa materi yang hendak disampaikan kepada remaja itu sehat dan sesuai
dengan ajaran gereja. Saya akui itu sangat melelahkan. Namun tidak ada
pilihan lain. Daripada menunggu-nunggu bahan dari pusat yang tidak
kunjung tiba, dan daripada hanya bersungut-sungut, dan alih-alih
mencontek bulat-bulat ajaran dari luar HKBP mending kita bikin sendiri
saja. Namun pertanyaan saya: berapa banyak pendeta HKBP yang masih punya
tenaga, waktu, minat dan ketrampilan menyusun bahan ajar pembinaan
remaja? Sekali lagi tidak guna mengeluh atau bersungut atau hanya
menunggu. Mending bikin saja bersama-sama bahan ajar ini dengan
semampunya.
5. Lebih baik batasan pendidikan daripada umur.
Aturan HKBP tidak menyebut batasan umur remaja. Namun untuk kepentingan
pembinaan batasan umur harus dilakukan. Berdasarkan pengalaman saya
menyarankan pembagian kategori remaja sebaiknya bukan berdasarkan umur
tetapi tahap pendidikan. Remaja adalah SMA. Pra-remaja adalah SMP.
Simpel. Begitu seorang remaja lulus SMA sederajad dia harus pindah
menjadi pemuda dan tidak boleh lagi ada di group remaja. Hal ini perlu
tegas dilakukan karena di suatu gereja ada suatu kelompok remaja yang
isinya mahasiswa semester enam!
6. Pembinaan Remaja dan pengorganisasian remaja berbeda walau berkaitan.
Kembali ke “laptop”: Aturan HKBP hanya menyebut soal pengorganisasian
remaja dan bukan pembinaan remaja. Menurut saya dua-duanya penting
namun harus dibedakan. Gereja HKBP harus membina remaja sebab itu perlu
membentuk tim pembina/pendamping remaja sebagai perpanjangan tangan
pendeta/majelis mengajarkan firman Allah. Namun remaja juga perlu diberi
kesempatan belajar berorganisasi. Mereka bukan lagi anak-anak, namun
remaja yang sedang belajar menjadi dewasa. Mereka tidak boleh hanya
disuapi tetapi harus juga belajar memasak bagi dirinya sendiri. Sebab
itu Pendamping Remaja memang harus dicegah menjadi semacam kakak dan
abang super yang mencekoki segala ajaran kepada adik-adiknya. Tugas
Pendamping Remaja bukan mematikan atau melumpuhkan inisiatif, kemampuan
dan kreatifitas remaja namun memfasilitasinya. Sebab itu Seksi Remaja
yang terdiri dari remaja-remaja benaran harus didorong untuk tumbuh
dengan pendampingan dari gereja melalui Tim Pendamping/ Pembina tadi.
Itulah dulu dari saya. Hidup remaja!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar