Kamis, 17 Mei 2012

Problematika Pendampingan Remaja HKBP

Berikut adalah pernyataan tentang Problematika Pendampingan Remaja HKBP menurut Pendeta Daniel T.A Harahap dari situs http://rumametmet.com/2009/03/11/problematika-pendampingan-remaja-hkbp/. Semoga dapat menjadi gagasan yang baru bagi kita semua...Berikut penjelasannya...

Keluhan tentang kurangnya atau bahkan tidak adanya perhatian gereja HKBP (hampir dimana-mana) kepada kelompok usia remaja bukan hal baru. Menurut saya sebagian atau hampir seluruhnya keluhan itu mendekati kebenaran. Namun saya pikir hanya mengeluh, apalagi memaki-maki atau mencari kambing hitam, tidak ada gunanya. Yang lebih penting bagi kita adalah menyadari letak masalahnya dan bersama-sama mencari jalan keluarnya.
Sebagai seorang pendeta HKBP yang belasan tahun ditugaskan melayani kaum muda termasuk remaja, saya ingin menyampaikan beberapa pokok permasalahan atau problematika di sekitar pendampingan (saya lebih menyukai istilah ini daripada pembinaan) remaja HKBP.
1. HKBP belum familiar dengan pendampingan atau pembinaan remaja. Itulah yang pertama kali saya mau sampaikan. Gagasan tentang Seksi Remaja setahu saya (silahkan koreksi jika saya salah) baru ada di Aturan tahun 2002. Sebelumnya yang ada hanyalah Sekolah Minggu dan Naposobulung (Pemuda). Di Pusat namanya Departemen Sekolah Minggu dan Departemen Pemuda, dan di tingkat jemaat Dewan SM dan Dewan Napobulung. Posisi remaja sama sekali tidak jelas. Kadang remaja dianggap bagian dari Naposobulung atau Sekolah Minggu atau malah bukan bagian siapa-siapa. Padahal ilmu pendidikan dan psikologi perkembangan moderen berpendapat bahwa remaja adalah suatu kategori perkembangan sendiri yang berada diantara fase anak-anak dan pemuda. Bahkan pembinaan remaja itu sendiri masih bisa dibagi lagi atas pra-remaja dan remaja.
Beberapa jemaat HKBP di kota-kota besar sudah mencoba membuat terobosan melakukan pembinaan remaja ini. Antara lain Jatinegara, Menteng dan Kebon Jeruk. Kami sendiri sewaktu menjadi pendeta di Rawamangun belajar tentang pembinaan remaja dari tiga jemaat HKBP ini disamping gereja-gereja lain (GKI, GPIB) yang sudah lebih dulu melakukannya. Sebelum ada Pendamping Remaja di HKBP Rawamangun maka pembinaan remaja ditangani oleh Naposobulung. Menurut saya itu kurang baik. Remaja adalah kategori pembinaan tersendiri sebab itu penanganannya tidak boleh ditumpangkan ke Naposobulung. Lagi pula Naposobulung juga sudah kerepotan membina dirinya sendiri sebab itu jangan lagi diberikan beban yang tidak sepantasnya.
2. Konsepsi tentang pembinaan Remaja di AP tidak jelas. Berhubungan dengan hal di atas, tanpa ingin menyalahkan siapa-siapa, saya berpendapat bahwa konsepsi pembinaan remaja di Aturan Peraturan HKBP tidak jelas. Dalam Aturan 2002 memang untuk pertama kali seksi remaja diakmodir (sebelumnya tidak) namun tetap tidak jelas siapa yang bertanggungjawab atas pembinaan remaja itu. Yang terjadi di AP malah diandaikan bahwa remaja disuruh membina dirinya sendiri. Atau: jangan-jangan dianggap dengan membentuk seksi remaja (yang notabene terdiri dari remaja belasan tahun) semua persoalan pembinaan remaja sudah beres dengan sendirinya.
3. Kita butuh pelatih, pembina atau pendamping remaja bukan pembicara hebat!
Sebagai seorang pendeta yang belasan tahun dicemplungkan di tengah-tengah generasi muda saya tahu betul betapa tidak mampunya saya membina ratusan remaja ini seorang diri. Bahkan juga seandainya saya dibantu beberapa orang sintua. Kegiatan pembinaan atau pendampingan remaja membutuhkan suatu tim yang sangat kuat. Pembinaan remaja tidak bisa berhasil hanya dengan membuat kebaktian remaja lantas mengundang pembicara hebat. Yang harus dilakukan adalah persis seperti Sekolah Minggu. Kita butuh guru-guru (apapun istilahnya: pendamping, pembina) remaja yang diangkat dan dilatih khusus serta dibantu penuh oleh Parhalado untuk melakukan tugas pendampingan itu.
Saya mengambil contohnya sebuah koor atau paduan suara. Mengapa koor gereja bisa bagus? Jawabnya: karena ada pelatih. Mengapa iman dan kepribadian remaja sangat rapuh? Jawabnya: karena tidak ada pelatih iman. Ibarat suatu tim basket maka remaja HKBP membutuhkan tim pelatih yang benar-benar berdedikasi dan trampil. Saya sama sekali tidak percaya remaja HKBP bisa terbangun hanya dengan mengundang satu dua kali penceramah atau motivator hebat. Atau dikunjungi sesekali pendetanya. Persoalannya: Aturan HKBP tidak mengenal adanya pelatih, guru, atau pembina/pendamping remaja itu.
Namun sebenarnya jemaat HKBP tidak perlu naif. Aturan memberikan Parhalado HKBP keleluasaan membentuk unit yang dibutuhkan dalam pelayanan. Jika memang tim pelatih atau pendamping remaja sangat dibutuhkan sebagai operator atau tangan Parhalado membina remaja (karena kita tidak menghendaki hanya sekadar pembinaan insidentil atau sporadis dari pendeta atau sintua!) maka kenapa tidak.
4. Ketidaan bahan atau materi pembinaan.
Jujur HKBP sampai sekarang belum pernah mengeluarkan buku panduan pembinaan/pendampingan remaja. Sekali lagi: semua pendeta dan sintua HKBP yang paling fanatik sekalipun harus jujur bahwa HKBP belum pernah memiliki kurikulum dan bahan ajar untuk remaja. Kalau begitu darimana bahan pembinaan remaja ini? Inilah masalahnya. Sewaktu saya masih di Rawamangun saya mengajak kawan-kawan Pendamping remaja mencari dari berbagai sumber dan meramunya sendiri. Dan kami para pendeta mengusahakan hadir di setiap sermon pendamping remaja untuk memastikan bahwa materi yang hendak disampaikan kepada remaja itu sehat dan sesuai dengan ajaran gereja. Saya akui itu sangat melelahkan. Namun tidak ada pilihan lain. Daripada menunggu-nunggu bahan dari pusat yang tidak kunjung tiba, dan daripada hanya bersungut-sungut, dan alih-alih mencontek bulat-bulat ajaran dari luar HKBP mending kita bikin sendiri saja. Namun pertanyaan saya: berapa banyak pendeta HKBP yang masih punya tenaga, waktu, minat dan ketrampilan menyusun bahan ajar pembinaan remaja? Sekali lagi tidak guna mengeluh atau bersungut atau hanya menunggu. Mending bikin saja bersama-sama bahan ajar ini dengan semampunya.
5. Lebih baik batasan pendidikan daripada umur. Aturan HKBP tidak menyebut batasan umur remaja. Namun untuk kepentingan pembinaan batasan umur harus dilakukan. Berdasarkan pengalaman saya menyarankan pembagian kategori remaja sebaiknya bukan berdasarkan umur tetapi tahap pendidikan. Remaja adalah SMA. Pra-remaja adalah SMP. Simpel. Begitu seorang remaja lulus SMA sederajad dia harus pindah menjadi pemuda dan tidak boleh lagi ada di group remaja. Hal ini perlu tegas dilakukan karena di suatu gereja ada suatu kelompok remaja yang isinya mahasiswa semester enam! 
6. Pembinaan Remaja dan pengorganisasian remaja berbeda walau berkaitan. Kembali ke “laptop”: Aturan HKBP hanya menyebut soal pengorganisasian remaja dan bukan pembinaan remaja. Menurut saya dua-duanya penting namun harus dibedakan. Gereja HKBP harus membina remaja sebab itu perlu membentuk tim pembina/pendamping remaja sebagai perpanjangan tangan pendeta/majelis mengajarkan firman Allah. Namun remaja juga perlu diberi kesempatan belajar berorganisasi. Mereka bukan lagi anak-anak, namun remaja yang sedang belajar menjadi dewasa. Mereka tidak boleh hanya disuapi tetapi harus juga belajar memasak bagi dirinya sendiri. Sebab itu Pendamping Remaja memang harus dicegah menjadi semacam kakak dan abang super yang mencekoki segala ajaran kepada adik-adiknya. Tugas Pendamping Remaja bukan mematikan atau melumpuhkan inisiatif, kemampuan dan kreatifitas remaja namun memfasilitasinya. Sebab itu Seksi Remaja yang terdiri dari remaja-remaja benaran harus didorong untuk tumbuh dengan pendampingan dari gereja melalui Tim Pendamping/ Pembina tadi.

Itulah dulu dari saya. Hidup remaja!

Get This Comment Form

Tidak ada komentar:

Posting Komentar